KNIL adalah singkatan dari Koninklijke Nederlands (ch) – Indische Leger yang artinya Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Diceritakan Iwan Santosa, KNIL dibentuk Belanda untuk mempertahankan keamanan di wilayah kekuasaannya. Pada saat itu, setiap kapal Belanda yang berlayar ke lautan wilayah penjajahan dari Afrika sampai Jepang dibekali dengan tentara. Hal itu mengantisipasi munculnya serangan dari Bajak Laut.
Seiring perkembangan, KNIL kemudian dibentuk pada tahun 1830 usai terjadinya perang Diponegoro. Sebelum KNIL terbentuk, tentara Belanda sudah ada sejak zaman Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Setelah Perang Diponegoro usai, pada 4 Desember 1830, Gubernur Jenderal van den Bosch mengeluarkan keputusan yang dinamakan “Algemeene Orders voor het Nederlandsch-Oost-Indische leger“. Dengan pembentukan suatu organisasi ketentaraan yang baru untuk Hindia Belanda, yaitu Oost-Indische Leger (Tentara India Timur) dan pada tahun 1836. Atas saran dari Raja Willem I, tentara ini mendapat predikat “Koninklijk“.
Prajurit yang tergabung dalam KNIL ini tidak hanya tentara Belanda, melainkan berasal dari Perancis, Swiss dan negara-negara lain melalui proses perekrutan. Prajurit semula dijanjikan dengan upah hidup yang layak, meskipun setelah di Indonesia upah yang dijanjikan tidak sesuai kenyataan. Tidak hanya tentara luar, belakangan banyak putra pribumi yang memilih bergabung dengan KNIL.
Dari komposisi ras asal Nusantara yang dicatat C.A. Heshusius sebanyak 45 persen adalah orang Jawa dengan orang Sunda mencapai 5 persen yang pada tahun 1929, KNIL berkekuatan 37.000 prajurit. Lalu orang Manado (termasuk suku-suku Minahasa) sebanyak 15 persen, Ambon Lease mencakup pulau Nusa Laut, Haruku, Saparua dan wilayah Maluku Selatan sebanyak 12 persen. Kelompok Timor yang mencakup penduduk Sabu dan Rote sebanyak 4 persen dari keseluruhan prajurit KNIL.
Pasca Perang Dunia II, KNIL menggelar dua operasi militer besar di tahun 1947 dan 1948 (Aksi Polisionil I dan II) yang disebut pihak Republik Indonesia sebagai Agresi Militer I dan II. Pasukan KNIL dan serdadu Ambon dituduh melakukan kekejaman perang selama Aksi Polisionil di Jawa dan Sumatera. Upaya Belanda berkuasa kembali di Koloni Hindia-Belanda gagal total dan Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.
Pada tanggal 26 Januari 1950, beberapa unsur KNIL yang tergabung dalam Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) menggelar upaya kudeta yang gagal di bawah kepemimpinan Raymond Westerling dan Sultan Hamid II.
Sesuai kesepakatan, pengakuan kedaulatan (Souvereinniteit Oversdracht) KNIL dibubarkan pada tanggal 26 Juli 1950 dengan pilihan bagi prajurit bumiputra untuk pensiun atau bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada saat pembubaran, KNIL memiliki 65.000 personel dengan 26.000 anggota yang bergabung ke dalam TNI, sisanya mengambil pensiun atau masuk ke dalam Angkatan Bersenjata Kerajaan Belanda dan bertugas di Papua. Beberapa di antara mereka terlibat dalam kontingen Belanda dalam Perang Korea (1950 – 1854).
Dikompilasi dari berbagai sumber cetak dan online